Panduan Sholat Witir
Ditulis oleh Dewan Asatidz
Sholat witir hukumnya sunnah
muakkadah. Salat Witir disunnahkan
setiap hari dan tidak hanya pada
bulan Ramadhan. Witir artinya ganjil.
Maka jumlah rakaatnya minimum satu
rakaat dan maksimum 11 rakaat.
Yang paling sempurna adalah 3
rakaat. Bila melaksanakan witir lebih
tiga rakaat, maka dilakukan setiap
dua rakaat salam dan ditutup dengan
satu rakaat. Bila melaksanakan tiga
rakaat boleh dilakukan langsung
rikaat seperti sholat maghrib. Tetapi
sebagian ulama melihat bahwa dipisah
lebih utama, yaitu dua rakaat salam
lalu satu rakaat, karena ada hadist
yang mengatakan "Janganlah
menyamakan witirmu dengan
Maghrib".
Hadist tersebut diriwayatkan oleh
Baihaqi dan beliau berkata rawinya
bisa dipercaya. Akan tetapi tiga
rakaat berturu-turut lebih utama
dibandingkan hanya satu rakaat.
Qadli Abu Tayyib mengatakan bahwa
witir satu rakaat hukumnya makruh.
Tentu ini bertentangan dengan
hadist sahih riwayat Abu Dawud
yang mengatakan "Barangsiapa ingin
witir 5 rakaat silahkan, barangsiapa
ingin witir 3 rakaat silahkan dan
barangsiapa ingin witir 1 rakaat
silahkan".
Waktunya adalah mulai setelah salat
Isya' sampai dengan salat Subuh.
Kalau seseorang merasa khawatir
akan tidak melaksanakan salat witir
di tengah atau akhir malam, maka ia
sebaiknya melaksanakannya setelah
salat Isya', atau setelah salat
Tarawih pada bulan Ramadhan.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah
bersabda, "Barangsiapa mengira
tidak akan bangun malam, maka
hendaknya ia berwitir pada awal
malam, barangsiapa merasa yakin
bisa bangun malam, maka hendaknya
ia berwitir di akhir malam karena
salat akhir malam dihadiri
malaikat" (H.R. Muslim, Ahmad,
Tirmizi).
Sholat witir tidak disunnahkan
berjamaah, kecuali bersama dengan
sholat tarawih. Surat yang
disunnahkan dibaca dalam witir 3
rakaat adalah "Sabbih-isma
Rabiika", Al-Kafiruun dan rakaat
ketiga al-Ikhlas dan Muawwidzatain.
Dalam witir juga disunnahkan
melakukan qunut seperti qunut sholat
Subuh bagi yang melakukannya. Para
ulama berbeda pendapat mengenai
waktu dan tata cara qunut dalam
witir. Madzhab Syafii mengatakan
qunut dalam witir hanya dilakukan
pada pertengahan kedua bulan
Ramadhan, tempatnya setelah saat
I'tidal sebelum sujud pada rakaat
terakhir, sesuai yang dilakukan Ubay
bib Ka'b. Madzhab Hanafi melakukan
qunut pada setiap sholat witir
sebelum ruku' setelah membaca surah
pada rakaat terakhir. Hanbali
melakukan qunut setiap witir bulan
ramadhan dengan tatacara seperti
madzhab Syafi'i.
Setelah sholat witir disunnahkan
membaca do'a sesuai hadist sahih
riwayat Abu Dawud:
ِﻚِﻠَﻤْﻟﺍ َﻥﺎَﺤْﺒُﺳ ِﺱﻭُّﺪُﻘْﻟﺍ 3) kali)
ﻲِّﻧﺇ َّﻢُﻬَّﻠﻟﺍ ﻙﺎَﺿِﺮِﺑ ُﺫﻮُﻋَﺃ ْﻦِﻣ ﻚِﻄَﺨَﺳ
ﻚِﺗﺎَﻓﺎَﻌُﻤِﺑَﻭ ْﻦِﻣ ُﺫﻮُﻋَﺃَﻭ ﻚِﺘَﺑﻮُﻘُﻋ
ﻚْﻨِﻣ ﻚِﺑ ﺎَﻟ ﻲِﺼْﺣُﺃ ﻚْﻴَﻠَﻋ ًﺀﺎَﻨَﺛ َﺖْﻧَﺃ
ﺎَﻤَﻛ ﻰَﻠَﻋ ﺖْﻴَﻨْﺛَﺃ ﻚِﺴْﻔَﻧ .
Para ulama berbeda pendapat
mengenai seseorang yang yang
berwitir pada awal malam lalu tidur
dan bangun di akhir malam dan
melakukan sholat. Sebagian ulama
berpendapat bahwa batal witir yang
telah dilakukannya pada awal malam
dan di akhir malam ia menambahkan
satu rakaat pada sholat witirnya,
karena ada hadist yang mengatakan
"tidak ada witir dua kali dalam
semalam". Witir artinya ganjil, kalau
ganjil dilakukan dua kali menjadi genap
dan tidak witir lagi, maka ditambah
satu rakaat agar tetap witir.
Pendapat in diikuti imam Ishaq dll.
Redaksi hadist tersebut sbb:
Dari Qais bin Thalk berkata suatu
hari aku kedatangan ayahnya Thalq
bin Ali di hari Ramadhan, lalu beliau
bersama kita hingga malam dan
sholat (tarawih) bersama kita dan
berwitir juga. Lalu beliau pulang ke
kampungnya dan mengimam sholat lagi
dengan penduduk kampung hingga
sampailah sholat witir, lalu beliau
meminta seseorang untuk mengimami
sholat witir "berwitirlah bersama
makmum" aku mendengar Rauslullah
s.a.w. bersabda "Tidak ada witir dua
kali dalam semalam" H.R. Tirmidzi, Abu
Dawud, Nasai, Ahmad dll.
Pendapat kedua mengatakan tidak
perlu witir lagi karena sudah witir di
awal malam. Ia cukup sholat malam
tanpa witir. Alasannya banyak sekali
riwayat dari Rasulullah s.a.w.
mengatakan bahwa beliau melakukan
sholat sunnah setelah witir.
Pendapat ini diikuti Malik, Syafii,
Ahmad, Sufyan al-Tsuari dan Hanafi.